Karya :Eneng
Fitri Handayani
Anak Sulung dari bapak Abdullah dan
ibu Aminah ini merupakan anak yang menurut teman-temanya baik, sopan santun dan
ramah. Selain itu, dia juga suka menolong orang yang sedang kesusahan. Dia
dididik dan dibina oleh orangtuanya dari kecil supaya menjadi orang yang
mempunyai budi pekerti yang baik, wajar apabila banyak teman yang mendekatinya.
Dia adalah Hana Mumtazah yang artinya bunga Istemewa. Kedua orangtuanya memberi
nama Hana Mumtazah agar kelak nantinya Hana tumbuh dewasa dipandang sebagai
orang yang istimewa khususnya dimata Allah SWT.
Dia juga memiliki adik yang duduk di
kelas 3 SD yaitu Naura Mumtazah. Dia sangat bersyukur dengan apa yang diberikan
oleh Allah SWT, baginya hidup adalah sebuah anugerah yang diberikan Allah SWT.
Tidak ada kehidupan yang manis, lancar serta mulus, melainkan dalam kehidupan
pasti banyak ujian, cobaan maupun rintangan. Namun dia selalu berfikir bahwa
segala sesuatu yang menimpa keluarganya adalah suatu hal yang positif, dimana
Allah SWT sedang menguji umatnya seberapa besar mereka bersabar.
Cita-citanya sangat mulia, selain
membahagiakan kedua orangtua dan niat untuk
menyekolahkan adiknya setinggi mungkin hingga menjadi orang yang
terdidik, dia juga berniat untuk menjadi seorang donatur di sebuah pondok
pesantren serta ingin menjadi wirausahawan muda.
Hari mulai redup, sang surya mulai
terbenam, usai melaksanakan kewajiban 5 waktunya. Gadis ini tertidur dengan
lelapnya. Tepatnya pukul 03:10 ponselnya pun berdering dengan lantunan ayat
suci al-Qur’an¸ bukan pangilan telephone, atau pun sms yang membuat Hana
terbangun. Tapi panggilan untuk melaksanakan sholat malam. Hana pun langsung
bergegas pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan langsung
melaksanakan sholat tahajud serta berdoa kepada Allah.
“Ya Allah ampunilah dosaku dan dosa kedua orangtuaku.
Berikanlah yang terbaik bagiku dan bagi orangtuaku, jadikanlah kami orang-orang
yang mulia dihadapan-Mu serta lindungilah kami dari marabahaya. Berikanlah kami
rizki yang halal yang mampu untuk beribadah kepada-Mu. Amin ya Allah ya
Rabbal’Alamin”. Kata Hana.
Sholat malamnya pun selesai, dia
bergegas menyiapkan beberapa perlengkapan yang akan dibawa ke kampus. Karena
hari itu merupakan hari dimana Hana pertama kali masuk kuliah. Dia kuliah di
tempat dimana orang-orang mengatakan perkuliahan elit, yang bisa dikatakan
peerkuliahan orang kaya. Bukan karena orang kaya Hana dapat melanjutkan
pendidikannya tetapi, dengan tekad yang tinggi dan dukungan orangtua yang
sangat luar biasa yang membuat Hana bangkit untuk masa depannya.
“Betapa menyenangkannya menjadi orang
kaya, mungkin hidupku serba kecukupan dan apapun yang diinginkan pasti akan
terpenuhi.” Katanya dengan penuh harap.
“Hana kamu belum berangkat sayang?.”
Kata ibu mengusap-ngusap pundak Hana.
“Iya bu, Hana sekarang mau berangkat.”Ujar
Hana.
Hana pun mencium tangan ibunya dan pergi
berangkat menggunakan angkutan umum. Sesampainya di kampus tak lama kemudian
bel pun berbunyi (tet.....
tet.....tet....) tandanya seluruh mahasiwa baru diperkenankan untuk
berkumpul di lapangan mendengarkan aturan dan tatat tertib yang ada di kampus.
Usailah sudah pengumuman dibacakan oleh Dosen yang menurut kaum hawa adalah
dosen terganteng di kampus ini beliau bernama bapak Arfanullatif yang sering
dipanggil bapak Arfan.”Untuk seluruh mahasiswa baru diperbolehkan untuk
bristirahat.” Katanya.
Anak-anak pun beristirahat. Ada yang
jajan, bercanda, dan lain sebagainya. Sedangkan Hana melamun dibawah pohon yang
rindang, matanya mulai berkaca-kaca dan meneteskan air mata, ternyata dia
memikirkan sosok laki-laki yang dikaguminya yaitu ayahnya yang bekerja keras untuk
anak-anaknya.
“Tak seberapa penghasilan orangtuaku
yang berprofesi sebagai buruh bagunan, tapi ayahku sangat mempunyai tekad yang
tinggi untuk bisa menyekolahkan anaknya.” Ujar Hana dalam hatinya.
Tiba-tiba datang seorang laki-laki
menghampiri gadis yang di bawah pohon rindang itu, sekaligus bertanya kenapa
dia menangis.
“Hai, kenapa nangis? Kenalkan aku
Azka.” Menyodorkan tangannya.
“Hai juga, aku Hana. aku nggak nangis
kok.” Mengusap air matanya.
Suara adzan dzuhur pun berkumandang,
saatnya melaksankan sholat empat roka’at. Hana adalah seorang yang tegar dia
tidak mau memperlihatkan perasaan sedihnya kepada orang lain.
“Sudah adzan mari kita sholat
terlebih dahulu.”Ujar Hana mengalihkan pembicaraan.
“Iya mari.”Tegas Azka. Empat rokaatnya selesai dilalui,
tak terasa waktu menunjukkan pukul 14:30 gadis yang berkerudung biru ini menunggu
jemputan mobil berwana biru tua yaitu angkutan umum. Hana sangat senang sekali
bisa berkuliah, dia menikmati hari-harinya dengan belajar dan belajar. Hana
tidak terlalu pintar, tapi rasa ingin tau Hana sangat tinggi, namun Hana
orangnya pelupa. Tapi wajar al-insanu mahallul khotho wannisyan,
manusia tidak luput dari salah dan lupa.
Beberapa menit kemudian angkutan umum
pun datang. (Hana bergegas naik ke dalam
angkutan umum tersebut).
sesampainya dirumah....
“Assalamua’laikum.”Ujar Hana mengetuk
pintu.
“Waalaikumsalam, kaka udah pulang?.”
Ujar Naura sang adik membuka pintu.
“mana ayah dan ibu?” Tanya Hana.
Naura tiba-tiba terdiam seakan-akan
dia menyembunyikan sesuatu dan bicaranya pun terpohok-pohok.”Anu kak ...ibu...
anu kak...” Kata Naura dengan hati yang kebingungan. “Kenapa? Ada apa dengan
ibu?.” Tanya Hana.
Tidak berpikir dua kali dan tanpa
memperhatikan jawaban Naura, Hana pun bergegas pergi ke kamar sang ibu, tas
yang awalnya digendong oleh Hana terjatuh karena melihat ibunya yang terbaring
kesakitan. Hana terdiam dan memikirkan apa yang akan terjadi pada keluarganya.
Tiba-tiba Naura yang masih kecil
tidak tahu situasi dan kondisi keluarga meminta sesuatu kepada ayahnya.
“Ayah Naura ingin ponsel baru.” Kata
Naura dengan polosnya.
“Naura sayang, dengar ayah baik-baik
yah. Kehiduapan tidak selamanya manis nak, kehidupan adakalanya pahit. Dan sekarang
keluarga kita sedang dalam keadaan berkecukupan, Naura sabar ya keluarga kita
sedang di uji kesabaran.” Ujar sang ayah menasehati.
“Iya ayah maafin Naura.” Ujar Naura
menundukan kepala.
Hari demi hari dilewati oleh keluarga
bapak Abdullah. Hana sebagai anak pertama dia membatu ibunya yang sedang sakit,
segala pekerjaan rumah di bersihkan oleh Hana. Selain itu, Hana juga sangat menikmati
kuliahnya sampai akhirnya UAS pun akan segera dilaksanakan. Untuk mendapatkan
kartu UAS semua mahasiswa harus menyelesaikan pembayaran. Termasuk Hana, dia bingung
harus bilang apa pada ayahnya dalam waktu tiga hari harus ada uang untuk
membayar SPP bulanan. Terpakasa Hana membicarakan pada ayahnya.
“Ayah maaf, Hana mau ngasih ini pada
ayah.” Menyodorkan selembaran kertas yang isinya tunggakan pembayaran.
”ini apa? Surat bayaran?.” Tanya
ayah.
Dengan hati yang tidak tega, terpaksa
Hana memberitahukan kepada ayahnya.
“Iya yah, maafin Hana. Hana sebagai
anak pertama rela untuk berhenti kuliah dan akan mencari kerja untuk membantu
ekonomi keluarga.” Tegasnya.
Bapak Abdullah sebagai ayah Hana
terkesipuh dengan kata-kata Hana.
”Hana, berapa besar biaya kuliah mu
akan ayah bayar asalkan kamu jujur dan kamu mau sungguh-sunguh dalam belajar.
Ayah kagum dan sangat menghargai dengan tanggung jawabmu, tapi ayah tidak
terima kalau kamu sampai putus kuliah dan sampai akhirnya bekerja di usiamu
yang masih remaja ini.” Jawab ayah dengan bijaksana.
Kelopak mata bapak Abdullah mulai
memerah, matanya mulai berkaca-kaca, tidak seperti biasanya bapak Abdullah
mengeluarkan air mata. Sang ayah yang bijak ini pergi ke halaman belakang dan
mengeluarkan air mata, bapak Abdullah bingung dan risau bagaimana cara
mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu yang singkat. Bahkan dia sudah janji
kepada Hana untuk membayarnya.
Tidak lama kemudian, adzan isya
berkumandan, Pak Abdullah langsung
mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat isya.
“Ya Allah berilah hamba ketabahan
dalam menghadapi ini semua, aku yakin
pada-Mu setiap manusia sudah diberi rezekinya masing-masing. Kau lah tempat
meminta mudahkanlah segala urusan duniawi hambamu ini ya Rabb.” Ujar bapak
Abdullah dalam hati seraya berdoa.
Dibalik pintu kamar yang mulai rapuh,
Hana mengintip sang ayah dari lubang kecil pintu tersebut dan mendengarkan do’a ayahnya, dia terus menerus
menangis, tetesan air matanya terus mengalir. Hana bingung harus mencurahkan
isi hatinya pada siapa. Pada adiknya tidak mungkin, karena ini bisa membuat
adiknya menjadi ikut memikirkan hal yang seharusnya dia tidak pikirkan. Dan
pada akhirnya tempat untuk mengadu Hana adalah yang Maha Kuasa.
Hari mulai cerah, secerah wajah Hana
dengan pipi yang merona memikat para lelaki di kampusnya. Pukul 07:23 Hana sudah
berada di Kampus, seperti biasa dia duduk di bawah pohon yang rindang, dimana
menurutnya pohon ini adalah pohon yang membawa kesejukan hati, ketentraman jiwa
serta dimana ia pertama kali kenal dengan seseorang lelaki tampan yaitu Azka.
Hanya Allah yang menghendaki cinta, rasa cinta adalah fitrah yang dimiliki oleh
setiap orang, dekat dan semakin dekat Hana dan Azka mulai mempunyai rasa satu
sama lainnya. Saat itu Hana merasakan jatuh cinta pandangan pertama
serta hari-harinya selalu ditemani dengan
guyonan gombal yang membuat hati Hana selalu baper.
“Aku heran sama kamu Han, kamu pasti
saja selalu ada di tempat ini, oh iya aku tahu kamu sedang menunggu pangeran
ya?” Ujar Azka dengan candanya. “
Isss... ngaur kamu, pohon ini bagiku
adalah penyejuk hati.” Kata Hana.
Rupanya Azka terdiam sejenak dan
memikirkan kata penyejuk hati yang dikatakan oleh Hana. “Penyejukan hati? Apa
kenangan pertama ketemu denganku?” Ujar Azka candaannya.
Mereka saling mencintai satu sama
lain, tapi mereka tidak pernah mencurahkan rasa isi hatinya dan alasan mereka
tidak mau mencurahkan isi hatinya karena dalam diri mereka tidak mau pacaran.
“Iya maaf ya bercanda kok . heee
kenapa sih Na, nangis? Ada masalah? cerita dong kita kan sudah kenal lama.”
Ujar Azka yang kepo.
Mau tidak mau Hana terpaksa menceritakan
kepada Azka.
“Hmmmm....
gini Ka, aku bingung aku belum bayar angsuran bulan ini, sementara UAS sudah
mulai dekat. Aku kasihan pada ayah, dalam jangka waktu yang singakat ia harus
mencari uang sebesar itu.” Ujar Hana.
“Ohh itu toh masalahnya, Hana aku mau
tanya sama kamu, kamu yakin tidak akan yang Maha Kuasa bahwa setiap orang
diberikan rezekinya masing-masing?” Kata Azka dengan tegas.
Merenung sekejap, “Makaasih ya Ka,
atas nasihatnya.” Kata Hana.
” Maka dari itu, gak usah bingung
nanti juga ada kok, dalam kesulitan pasti ada kemudahan yakin deh alhaqqul
yaqin.”Ujar Azka.
Suara adzan maghrib pun berkumandang (Allahu akbar Allahu akbar.........).
Hana dan Azka melaksanakan sholat terlebih dahulu yang di imami oleh pak
Arfanullatif dosen yang paling ganteng di kampusnya. Waktunya pulang, Azka
mengantarkan Hana pulang. Dan sampai nya di rumah, sebelum Hana menyimpan tas
hitamnya dia di panggil oleh ayah dan ibunya ke ruang tamu.
Sang ibu yang akhir-akhir ini
terbaring sakit di kasur tidak bisa apa-apa, kini memaksakan untuk pergi ke ruang
tamu hanya untuk menyampaikan sesuatu pada Hana.
“Hana ini adalah uang untuk membayar
angsuran bulan ini, bayarkan yah.” Kata ibu dengan semangatnya.
“Ibu, ayah dapat uang dari mana?.” Tanya
Hana dengan heran dan penasaran.
“Sudahlah yang penting uang ini
didapatkan dengan halal. Besok kamu bayarkan dan kamu bisa mengikuti UAS. Semangat
UAS nya sayang.” Ujar ayah menyemangati.
Tidak lupa selalu bersyukur dan
bersyukur atas pemberian Allah SWT. Suasana yang hening dan penuh kedamaian,
tiba-tiba
ponsel mungil yang dimilki Hana berdering seperti biasa dia
menggunakan melodi islami dan ternyata panggilan dari temannya yaitu Azka. Hana
pamit kepada ayah dan ibunya ke kamar untuk mengangkat telepon dari Azka.

“Assalamu’alaikum Hana. Bagaimana
lusa siap UAS nya?.” Kata Azka
“Waalaikumsalam Azka, InsyaAllah siap, Azka
benar kata kamu kita tidak perlu bingung, Allah sudah memberikan rezeki pada
setiap masing-masing umatnya. Buktinya pas aku datang ke rumah ayah dan ibu
langsung memberikan uang padaku untuk bayar angsuran bulanan, dan akhirnya aku
bisa mengikuti UAS juga.” Ujar Hana dengan senang.
Satu jam kemudian, dengan asyiknya
mereka mengobrol tiba-tiba ponsel mereka terputus karena ponsel yang dikenakan
Hana baterainya lemah. (tut...tut...tut...)
Tiga hari kemudian......
Ujian pun berlangsung dan berjalan
dengan lancar sampai akhir, dan saatnya menunggu pembagian nilai. Tidak di
sangka-sangka ternyata nilai Hana sangat bagus, bahkan lebih bagus dari semua
teman-temannya. Orangtua mana yang tidak bangga mempunyai anak seperti Hana. Termasuk
kedua orangtua Hana sangat bangga akan prestasinya.
“Makasih ya Hana sudah menjadi yang
terbaik buat ayah dan ibu. Hana kamu yang rajin lagi belajar ya jangan seperti
ayah yang hanya pekerja buruh. Kamu harus menjadi orang yang beguna, orang yang
bermanfaat dan kamu harus menjadi orang yang sukses. Ayah akan selalu
mendukungmu nak.” Ujarnya.
...........LUKA YANG DALAM..........
Hari demi hari semua ujian pahit
manis dilewati oleh Hana dan keluarga. Kumpul bersama, susah bersama, canda
guyonan bersama dan sampai akhirnya luka yang dalam menyakiti Hana dan keluarga.
Hana harus kehilangan ayah
tercintanya, ayah yang selalu menasihatinya. Hana tidak bisa berkata apa-apa,
bibirnya tertutup rapi hanya aliran air dari matanya yang kian menerus
mengalir. Ibu Aminah, Naura dan Hana sangat syok melihat kain putih menyelimuti
sang ayah mereka sangat sedih melihat jasad ayahnya yang terbaring tidak
bernyawa. Hati mulai bergebu-gebu pikiran Hana kacau dia tidak bisa berbuat apa-apa,
takdir yang telah menentukan ini semua. Di usia 19 tahun ini Hana harus hidup
tanpa ayah, semua ini sudah menjadi kehendak yang Maha Kuasa, tidak ada yang
berani menentang kehendak-Nya. Ibu Aminah istri dari bapak Abdullah tidak
sadarkan diri mendengar meningglanya bapak Abdullah. Ia hanya bisa menangis dan
terus menangis.
“ Ya Allah kenapa ayah ku diambil
dengan sangat cepat, di usia ku yang masih muda ini aku belum bisa
membahagiakan ayahku.” Ujar Hana dalam hati.
Bapak Abdullah terkenal dengan keabidannya
atau sering dikatan orang lain beliau adalah seorang ahli ibadah. Bapak
Abdullah orang yang sangat baik peduli pada sesama. Bapak Abdullah pergi
meninggalkan keluarga dengan tiba-tiba, tidak sakit ataupun ada tanda-tanda
ilafat lainya. Tetapi takdir sudah berkata lain bapak Abdullah harus pergi
meninggalkan ibu Aminah dan anak-anaknya.
“Ya Allah kenapa ini semua terjadi,
aku belum bisa menjadi yang terbaik bagi suamiku. Andai waktu bisa kembali lagi
aku akan selalu disampingnya, mengayominya.” Ujar ibu Aminah. Naura anak bungsu
dari bapak Abdullah sangant terpukul ia harus kehilangan sang ayahnya diusia
yang seharusnya mempunyai kasih sayang yang lebih dari sosok ayah.
“Bu, kenapa ayah pergi meninggalkan kita. Naura butuh ayah,
naura ingin selalu ada ayah yang
melindungi kita.” Ujarnya menangis tanpa henti.
“Sayang ini semua takdir, kita tidak
patut untuk menentang takdir-Nya.” Katanya berusaha tegar.
Ibu Aminah dan anak-anak awalnya
tidak menerima dengan kepergian bapak Abdullah dengan secara tiba-tiba. Tetapi
ibu Aminah ingat ini semua takdir yang Maha Kuasa.
Banyak orang berdatangan untuk
melayad termasuk Saila teman dekat Hana dan teman-teman seperjuangan kampus
Hana.
“Hana yang sabar yah. Ini sudah menjadi ketentuan yang Maha
Kuasa, kamu harus tegar dan
tabah denga semua ini.” Ujarnya menyemangati.
“Makasih ya Saila dan teman-teman,
terimakasih sudah datang. InsyaAllah Hana Kuat menghadapi semua ini.” Ujarnya.
Tidak lama kemudian, teman-teman Hana
pun pulang. Hana hanya bisa terdiam dan menagis, dia harus rela dengan
kepergian ayahnya dengan secepat ini.
Qullun Nafsin Da’iqutul maut.
Setiap manusia pasti akan mengalami
yang namanya kematian. Termasuk makhluk hidup di dunia ini. Mati bukan melihat
dia tua atau sering sakit, akan tetapi kematian adalah suatu takdir yang sudah
di tentukan oleh yang Maha Kuasa sejak berumur 4 bulan dalam kandungan ibu,
dengan hal itu, tidaklah seorang muda, tua, sakit, ataupun sehat bukanlah
permasalahan. Realitanya bapak Abdullah dengan usianya yang 50 tahun tidak
sakit atau dalam keadaan sehat pergi meninggalkan ibu Aminah dan anak-anaknya.
Waktu demi waktu terus berjalan, ibu
Aminah sekarang harus bisa menjadi dua peran dalam keluarganya menjadi seorang ibu
dan seorang ayah, dia harus banting tulang mencari nafkah untuk membiayai
sekolah Hana dan Naura. Apalagi biaya kuliah Hana tidak sedikit perlu kerja
keras untuk menghasilkan uang.
”Bu, jangan sedih lagi ya.” Ujar Hana
mengusap air mata ibunya.
”Iyah Hana ibu gak sedih kok. Hana
ibu takut kamu putus kuliah nak, ibu takut ibu gak bisa membiayai kuliah kamu.”
Ujarnya.
Hana
terdiam, dalam hatinya Hana ingin sekali bisa meneruskan pendidikannya.
Tapi apalah daya, sekarang Hana menyadari tidak ada sosok ayah dalam
keluarganya untuk mencari nafkah.
”Ibu sayang, Hana ikhlas kok kalau
Hana putus kuliah. Hana akan mencari kerja untuk menafkahi ibu, dan membiayai
sekolah Naura. Dan ini sudah menjadi tangungan Hana bu sebagai anak pertama.”
Ujar Hana berusaha tegar.
”Tidak sayang, ibu akan berusaha
semaksimal mungkin untuk bisa menyekolahkan kamu setinggi-tingginya. Ingat
sayang pesan ayah kamu jangan seperti ayah yang hanya pegawai buruh. Kamu harus
buktikan kepada semua orang bahwa kamu bisa menjadi orang sukses.” Kata ibu
dengan penuh keyakinan.
Hana pun termotivasi kembali oleh
sang ibu, semangat Hana kembali meronjak. Ibu baginya bagaikan berlian yang
menyinari seluruh alam dia sangat mencintai ibunya. Dia juga tidak mau melihat
ibunya sakit lagi, karena ibu merupakan segalanya bagi Hana.
Dua bulan Kemudian.....
......... Sebuah Perjuangan...........
Hana bingung harus bagaimana lagi
mencari uang untuk membayar SPP bulan depan. Apabila Hana tidak membayarnya
Hana tidak bisa mengikuti ulangan. Meminta kepada ibunya tidak mungkin, karena
ibu Aminah tidak mempunyai uang. Tidak memandang kegengsian, mau tidak mau Hana
terpaksa berjualan makana ringan di kampungnya. Selain Hana berjualan di
kampungnya, Hana juga menjual di kampusnya. Memang tak seberapa keuntungan yang
di perolehnya, tapi dengan sungguh-sungguh dan tidak pantang menyerah sedikit demi
sedikit uang yang dikumpulkan oleh Hana akan menjadi bukit. Setiap pagi, sebelum berangkat ke kampus Hana
harus mengambil dagangan terlebih dahulu, setiap harinya Hana menjual makanan
ringan sampai 30 pcs. Terkadang dagangan Hana tidak terjual semua, Hana hanya
mendapatkan upah sehari 15.000 dari hasil jualannya. Perih rasanya berjualan,
terkadang terjual semua dan terkadang menyisa, tapi segala sesuatu apapun
memerlukan proses, Hana pun yakin kerja kerasnya tidak akan sia-sia. Terkadang celetuhan
teman-teman yang membuat Hana tidak enak. Hana tetap tegar dengan semua yang
terjadi. Dia berjualan di kampus untuk membantu meringankan beban ibunya untuk
membayar SPP bulanan.
Dengan terdiamnya Hana sampai-sampai
dia tertidur di meja dimana Hana berjualan. Tiba-tiba datang Azka menghampiri
Hana.
”Han... Han.. di panggil bagian keuangan tuh.” Kata Azka membangunkannya.
”Hah.. apa?.” terkejut dan terbangun. ”Di panggil ke ruang keuangan.”
Jawab Azka.
Hana pun berlari menuju bagian
keuangan, dia terkejut dibangunkan oleh
Azka bahwa dia Hana harus menghadap bagian keuangan, dalam hatinya dia memiliki
perasaan bahwa dia harus segera membayar SPP nya.
”Assalamualaikum.” Mengetuk pintu.
”Waalaikum salam, masuk Hana.” Jawab pak Lemos.
“Hana, sengaja saya panggil kamu ke
ruangan ini karena berhubung dengan akan dilaksanakan UTS untuk semseter 2,
maka dengan itu semua pengadministrasian harus dilengkapi termasuk keuangan
harus lunas.” Kata pak Lemos selaku bagian keuangan.
Dugaan Hana pun benar dia harus segera
membayar SPP nya. Hana keluar meninggalkan ruangan keuangan dengan langkah
perlahan. Dia menagis menuju pohon yang biasa Hana datangi dikala dia sedang
sedih, karena bagi Hana itu adalah pohon penyejuk hati. Hana bingung harus
mencari uang kemana lagi, sedangkan jatuh tempo tinggal tiga hari lagi.
Tiba-tiba datang Saila teman dekat Hana yang mencoba untuk menghibur Hana.
”Han ... kenapa kamu nangis?” ujar
Saila penasaran.
Betapa senang menjadi orang kaya,
hidup serba berkecukupan, dan apapun yang diinginkan akan terpenuhi, seperti
halnya Saila seorang anak orang kaya yang menjadi banyak sorotan, berangkat dan
pulang kuliah selalu diantar oleh supir pribadinya. Tanpa ragu lagi Hana
menceritakan semuanya kepada Saila, mereka sudah lama berteman dari Sekolah
Dasar, tidak heran Hana selalu curhat kepadanya.
”Saila aku bingung harus mencari uang kemana untuk pembayaran
SPP kali ini, kalau akau
tidak membayarnya aku tidak bisa
mengikuti UTS kali ini Sai.” Ujar Hana.
“Hana kamu pakai uang aku dulu aja
ya. InsyaAllah ini cukup untuk membayar SPP kamu.” Ujar Saila teman dekatnya
memberikan pinjaman.
“tapi Sai ini kan uang jajan kamu.”
Ujarnya.
“gak papa pakai aja ya.” Lanjut
Saila.
Hana sangat bersyukur sekali memiliki
teman orang kaya, baik dan peduli seperti Saila. Tidak Hana duga sebelumnya
bahwa Saila akan memberikan pinjaman uang untuk membayar SPP bulanannya. Dan
akhirnya Hana kini bisa mengikuti ujian.
Tibanya di rumah Hana tidak
menceritakan bahwa Saila memberikan pinjaman kepadanya yang sampai akhirnya
Hana menerima uang tersebut, Hana tidak menceritakannya karena Hana takut akan
marah sang ibu.
Keesokan harinya mentari pagi
bersinar dengan senyuman riang, suara burung-burung pun bernyanyi dengan
eloknya, langit yang kian biru membawa kedamaian hati, hati pun terasa sejuk
tentram dalam alunan suara angin yang menghembus.
Sebut dia Hana gadis yang memakai
kerudung merah jambu, baju gamis motif bunga-bunga ini setiap paginya sebelum
berangkat kuliah dia selalu membantu pekerjaan di rumah, mulai dari mencuci
piring sampai menyapu halaman rumah, dan kebetulan hari ini adalah hari libur.
Dengan hal itu, Hana bisa meluangkan waktu banyak bersama ibu dan adiknya.
Hana adalah gadis yang terkenal oleh
tetangganya, dia memiliki kepribadian baik, peduli pada sesama, pintar, ramah
dan murah senyum. Tidak heran tetangganya menyukai Hana karena tingkah lakunya
yang sopan.
Tepat di halaman rumahnya.
”Ibu Hana mau bicara sesuatau sama ibu.” Kata Hana.
”Bicara apa nak?” Jawab sang ibu.
“Bu Hana lebih baik berhenti kuliah
ya bu, Hana akan mencari kerja, dengan Hana bekerja Hana bisa membantu beban
ibu.” Ujar Hana.
”Hana sayang ingat kata ayah mu nak.
Jangan seperti ayah yang cuman pekerja buruh. Ibu rela melakukan untuk kamu nak
asal kamu jujur sayang, jangan berhenti kuliah yah.” Ujar sang ibu.
Teringat kata-kata sang ayah hati
Hana pun terluluhkan kembali oleh perkataan lembut dari sang ibunya. Hana
semakin yakin dan semangat untuk berkuliah. Hana juga tidak tinggal diam,
segala cara apapun sudah Hana lakukan termasuk mencari pekerjaan untuk
sampingannya. Tidak lepas selalu berdoa kepada yang Maha Kuasa agar selalu
diberikan kekuatan dan ketabahan hidup serta kelancaran dalam melamar kerja.
Tetapi, yang Maha Kuasa berkata lain Hana melamar kerja kemana-man tidak ada
satu pun yang menerimanya. Mungkin Allah tidak menghendaki pekerjaan itu buat
Hana.
“Perih rasanya mencari uang Rp.1000
juga susah, kini aku merasakan betapa susahnya ayah dulu mencari uang.” Ujar
Hana dalam hati.
Seperti pepatah sedikit demi sedikit
lama kelamaan menjadi bukit, seperti halnya uang Hana saat ini, hasil jualan
sehari-harinya di kampus selalu Hana tabungkan.
Sang Surya mulai menyinari alam ini, hari
mulai cerah. Hana berangkat ke kampus dengan jinjingan kresek hitamnya yang
berisikan makanan ringan, dengan hati yang senang Hana langsung menemui Saila
untuk membayar uang yang Hana pinjam tempo lalu. Dari kejauhan Hana melihat
Saila yang berjlan menuju kelasnya.
“Saila tunggu.” Kata Hana berlari
menuju Saila.
“Iyah Han.” Sedikit menghampiri Hana.
“Ini Sai uang yang aku pinjam buat
bayar SPP ku, makasih ya.” Ujar Hana berterimakasih.
“Kamu sudah ada uangnya?” Tanya
Saila.
“Alhamdulillah, aku sedikit ada
rezeki Sai.” Jawab Hana.
“Yaudah aku terima, mari kita masuk
kelas 10 menit lagi masuk.” Kata Saila mengajak.
Hana dan Saila masuk kelas karena
pembelajaran akan segera di mulai. Usai selesai pembelajaran semua mahasiswa
beristirahat. Matahari mulai ada pada titik tengah kepala Hana, suara bisikan
perut Hana pun terdengar (kruk...kruk...kruk...).
”Hana kamu lapar? mari kita beli
makan di bawah.” Kata Saila mengajak.
”Iya Saila, kamu duluan saja ke bawah
nanti aku nyusul.” Jawab Hana.
Saila pun pergi ke kantin untuk
membeli makanan, sementara Hana menunggu di atas, dan ternyata Hana membawa
sebuah kotak kecil yang berisikan nasi dengan lauk pauk seadanya. Itulah sebab
Hana tidak ikut ke kantin bersama Saila, karena Hana selalu membawa makan ke
kampus. Hana lebih memilih membawa nasi ke kampus daripada uang jajannya harus
dikeluarkan. Tepatnya pukul 15:00 Hana pulang dari kampus, bukannya istirahat
pulang dari kampus tapi Hana langsung membiasakan diri untuk membatu sang
ibunya. Di sisi lain disela-sela kesibukannya Hana terkadang suka iseng membuat
tulisan-tulisan serta goresan seperti cerpen, puisi sampai curahan isi hatinya
Hana selalu tuangkan ke dalam buku melalaui tinta warna-warninya.
”Kak Hana lagi apa?” tanya sang adik
Naura.
”Iyah de, kakak ini lagi iseng aja
buat puisi.” Jawab Hana dengan PD nya.
”Puisi apa nih kak, bacain dong.”
Kata Naura membujuk sang kakak.
Hana membacakan puisi buatannya dengan ketulusan hati
sampai-sampai Hana dan
Naura pun menangis teringat sosok lelaki yang bijaksana yaitu
ayahnya.
DOAKU UNTUK AYAH
Karya
: Hana Mumtazah
Rintiknya
hujan Malam, mengantarkan kerinduan yang erat.
Gemericiknya
air berjatuhan Mengantarkan rasa ingin memelukmu.
Andai..
kau masih ada disampingku, bersamaku, berkumpul dengan kami,
Malam
ini tidak akan menjadi sunyi....
Andai..
kau masih ada disampingku, bersamaku, berkumpul dengan kami
Ku
peluk erat , Ku cium pipi mu yang keriput, Ku pandang wajahmu yang ceria.
Tapi....
takdir berkata lain,,,, kita berada
didunia yang berbeda.
Semoga
kau disana tersenyum melihat ku, semoga kau tenang dalam kerinduanku ini.
Ayah....
Kau
kan selalu ku kenang,
Kau
kan selalu ku simpan
Karena
kau adalah pahlawanku...
Ayah....
Inginku
gapai tanganmu.
Inginku
bahagiakanmu.....
Ayah...
Kanapa
kau pergi dikala aku belum bisa membahagiakanmu....
Ayah...
Harapan ku, aku akan selalu membuatmu bahagia.
|
”Selesai de.” Ujar Hana.
”Kak, puisinya teringat
pada ayah, aku ingin bertemu ayah.” Kata Naura.
”Iyah de ayah yang di
gambarkan pada puisi tadi adalah gambaran ayah kita. Kakak buat ini khusus
untuk ayah. Kita disini hannya bisa mendoakannya saja.” Ujar Hana.
Tinggal
menghitung bulan, Ramadhan pun tiba bulan itulah bulan yang dinanti-nanti oleh
setiap umat muslim, termasuk dinantikan oleh seorang gadis yang ramah ini, Hana
namanya. Setiap datangnya bulan Ramadhan dia sudah mempersiapkan target apa
yang harus dia capai. Dan kali ini dia mempunyai target untuk bisa khatam Al-quran
dan bisa memiliki ponsel baru.
Tidaklah
lama menempuh bulan kemenangan, Bulan Ramadhan pun tiba, memasuki satu Ramadhan
ibu Aminah terus menangis teringat suaminya. Hana dan Naura pun sedih di bulan
Ramadhan kali ini tidak bersama ayah, hati mulai terkikis, pedih rasanya. Sahur
yang biasanya dibangunkan oleh ayah, sahur bersama, buka bersama, kini usailah
sudah.
Satu
pertiga malam ibu Aminah terbangun dari tidurnya. Ia menyiapkan makan sahur
untuk anak-anaknya.
“Hana,
Naura bangun nak, mari kita sahur sayang.” Membangunkan anak-anaknya dengan
penuh kasih sayang.
”Sudah
memasuki waktu sahur yah bu?. Tanya Nayra si bungsu.
”Iyah
sayang.” Jawab sang ibu.
Hana
dan Naura terbangun dari tidurnya, hidaangan makan sahur telah ibu Aminah
siapkan diatas meja makan. Sebelum makan sahur ibu Aminah selalu membiasakan
kepada Hana dan Naura untuk sholat tahajud terlebih dahulu. Dan itu sudah
menjadi rutinitas di keluarga ibu Aminah. Setiap sholatnya Hana selalu
menyelipkan do’a untuk ayahnya dan membaca al-quran mengejar target bulan suci
kali ini. Setelah selesai sholat tahajud ibu Aminah, Hana dan Naura makan sahur
bersama.
”Walaupun
sahur kali ini tidak bersama ayah, tapi kita harus selalu kuat yah
menjalankannya.” Kata sang ubu.
”Bu
andai ada ayah di samping kita, pasti bulan Ramadhan ini akan seru.” Ujar Naura
penuh harap.
”Iyah
sayang ibu mengerti maksud kamu, tapi kita ingat lagi ini semua kehendak yang
Maha Kuasa kita tidak boleh menentang-Nya. Jawab sang ibu berusaha tegar.
Ibu
Aminah, Hana dan Naura pun makan sahur tidak lama kemudian suara imsak berkumandang
mengingatkan seluruh umat islam yang melaksanakan ibadah puasa untuk tidak
makan lagi. (ngiung...ngiung...mgiung...).
”Alhamdulillah
sudah imsak, itu artinya kita tidak boleh makan lagi.” Kata ibu.
Setiap
hari usai makan sahur Hana bergegas membereskan meja makan dan langsung mencuci
piring serta melaksanakan sholat subuh berjamaah, tidak lupa Hana selalu
menyempatkan waktu untuk bertadarus sesuai targetnya. Dia juga langsung
bersiap-siap untuk berangkat ke kampus dan itu sudah menjadi kebiasaan Hana
setiap bulan Ramadhan.
Naura
yang masih kecil tidak tahu bagaimana susahnya mencari uang. Dia ingin sekali
seperti teman-temanya memiliki baju bagus untuk hari raya idul fitri, dengan
lantangnya dia meminta dibelikan baju baru untuk lebaran.
”Bu
sebentar lagi lebaran ayolah belikan baju baru, Naura ingin sekali membeli baju
lebaran. Teman-teman Naura sudah pada beli bu masa Naura enggak.” Ujar Naura.
”Iyah
nak, nanti ibu beliin yah buat Naura.” Jawab sang ibu.
Karena
lebaran sebentar lagi tinggal menghitung hari (H-2), minggu-minggu ini Hana
disibukan dengan membantu sang ibu membuat kue lebaran untuk dijual kepasaran.
Setiap pulang dari kampus Hana langsung mengganti baju dan membantu ibu
memasukan kue ke dalam toples. Rutinitas seperti inilah yang dilakukan keluarga
Hana setiap bulan Ramdhan membuat kue untuk dipasarka. Masalah keuntungan
tidaklah terlalu besar, akan tetapi walaupun sedikit apabila kue terjual semua
akan menghasilkan keuntungan yang besar. Selain Hana membantu membuat kue, dia
membantu menjualnya di pinggir-pinggir jalan. Rasa malu pasti dirasakan oleh
Hana seorang mahasiswa yang harus berjualan di pinggir jalan.
”Besok
kita berangkat pagi yah. Hana kamu gak malu untuk berjualan?.” Ujar ibu.
“Kenapa
harus malu bu, ini kan pekerjaan halal, lagi pula kalau Hana ingin sesuatu kan
harus dengan kerja keras dulu kan bu.” Ujarnya semangat.
Mentari pagi menyongsong indahnya
pagi ini. Hana, Naura dan ibunya bersiap-siap untuk berjualan. Tempat berjualan
Hana dan ibunya berbeda. Hana degan Naura bergabung, sementara ibunya terpisah.
Sebelum berangkat ke lokasi jualan ibu Aminah selalu mengingatkan kepada Hana
dan Naura untuk selalu mengingat Allah.
”Hana, Naura jangan lupa sepanjang kamu
jualan bacakan selalu lafadz Summum, bukmun, ‘umyun fahum laa yarji’un.”kata ibu mengingatkan.
”Siap bu.”Naura dan Hana serempak.
Di sela-sela kesibukannya Hana
menyempatkan waktu untuk membaca al–Qur’an.matahari mulai bersinar dengan
terangnya, keringat Hana pun mulai bercucuran tepatnya pukul 11:00 belum ada
satu pun pembeli. ”Ya Allah... berilah kemudahan untuk Hana berjualan. Sakit
rasanya berjualan tanpa ada pembeli.” Ujarnya dalam hati.
Tanpa pantang menyerah Hana terus
berusaha menawarkan kuenya kepada pejalan kaki maupun yang berkendara. “kue nya
bu kue.....kue...”ujar Hana menawarkan.
Karena Hana tidak mudah menyerah
dengan kerja kerasnya dagangan Hana laku terjual dengan harga pertoples Rp.
25.000-, Hana juga tidak lupa untuk bersyukur kepada yang Maha Kuasa, yang
telah memberikan rezeki.
”Alhamdulillah ya Allah, Kau Maha
pemberi rezeki umatnya.” Kata Hana bersyukur.
”Alhamdulillah kak, kita dapat uang
banyak dari hasil jerih payah kita sendiri.” Ujar Naura.
Mereka tersenyum bahagia, kue-kue
mereka semua terjual dan mendapatkan keuntungan yang cukup. Apalagi dengan si
bungsu Naura yang senang akan baju barunya. ”Bu, ibukan janji pada Naura, ibu
mau beliin Naura baju lebaran.” Kata Naura meminta janjinya. ”Iyah Naura, ibu
gak lupa kok, Mari !.” Ujar sang ibu mengajak Hana dan Naura berjalan menuju
pasar.
Baju lebaran pun di beli oleh ibu
Aminah untuk Hana dan Naura, baju yang dibeli tidak begitu bagus dan ataupun
mahal, tetapi setidaknya ada untuk hari yang fitri. Walaupun begitu, Hana dan
Naura sangat senang dan tidak lupa untuk selalu bersyukur bisa membeli baju
hasil jerih parahnya sendiri. ”Bu makasih yah, Naura senang sekali.” Ujar
Naura.
”Iyah Naura, maaf yah ibu tidak bisa membelikan baju yang
mewah dan mahal.” Ujar sang ibu.
”Bu, kami tidak perlu mewah ataupun
bagus. Ini juga Alhamdulillah kita bisa menggunakan baju baru di hari yang
fitri.” Ujar Hana tersenyum lebar.
(Allahuakbar.... Allahuakbar.......Allahuakbar......). Suara takbir berkumandang dari
penjuru-penjuru masjid. Orang-orang ramai menyalakan lampu obor di luar sana.
Bermain, buka bersama dan belanja termasuk teman Hana yaitu Saila yang ingin
mangajak Hana untuk keluar rumah, tepat pukul 20:02 Saila datang ke rumah Hana.
”Assalamualaikum. Hana..... Hana....” Ujar
Saila mengetuk pintu,
Hampir ke lima kalinya Saila mengetuk
pintu, namun tidak ada seorang pun yang membukanya, lama kelamaan akhirnya
Naura yang masih menggunakan mukena membuka pintu.
“Waalaikumsalam, ada perlu apa ya
Kak.” Tanya Naura.
“Kak Hana nya ada?.” Lanjut Saila.
Tiba-tiba ibu Aminah keluar dari
kamarnya menuju teras depan rumahnya, karena mendengar ada yang menanyakan
anaknya. “ada siapa Naura?.” Ujar sang ibu. “saya Saila bu teman Hana. Apakah
Hana nya ada bu? Saya ingin mengajak Hana pergi keluar sebentar. Kata Saila.
Terdengar oleh Saila dari depan teras
rumah Hana, ternyata Hana sedang tadarus Al-Quran, dengan itu Saila merasa malu
mengajak Hana, dan akhirnya Saila tidak jadi mengajak Hana.
“Hana lagi baca Al-Qur’an?, maaf ya
bu jadi engggak enak, yaudah titip salam saja dari Saila ya bu, Saila pamit ya
Assalamualaikum.” Kata Saila merasa malu mencium tangan ibu Aminah.
“loh kok...... Waalaikumsalam.”
Jawabnya.
Suara takbir berkumandang, waktu
sudah mnunjukan pukul 22:09 ibu Aminah dan Naura sudah tertidur lelap,
sedangkan Hana dari adzan magrib sampai saat ini pukul 22:09 tidak
henti-hentinya melantunkan ayat suci al-Qur’an. Niatnya sunnguh luar biasa, dia
hampir selesai menyelesaikan targetnya untuk khatam al-Qura’n. Dan sampai
akhirnya Hana tertidur diatas sejadah birunya.
Sepertiga malam Hana terbagun, karena
mendengar suara takbir yang terus kian berkumandang indah nan merdu.
“Astagfillullah.” Ujarnya kaget
tertidur diatas sejadah.
Dikala ibu dan adiknya tertidur
nyenyak, Hana mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat tahajud. Dalam sholatnya
Hana meminta kepada yang Maha Kuasa semoga amal ibadah di bulan suci Ramadhan
ini diterima oleh yang Maha kuasa dan semoga Hana di pertemukan lagi di bulan
Ramadhan tahun depan. Setelah sholat tahajud Hana tidak tidur lagi, akan tetapi
dia melanjutkan membaca al-Quran sampai terbitnya matahari sebelum imam
memasuki mimbar.
Ibu Aminah dan Naura sudah berpakian
rapi dan membawa alat sholat untuk pergi ke masjid melaksanakan sholat Id
berjamaah, sementara Hana masih terus membaca
al-Quran.
“Kak Hana mari kita ke masjid.” Ujar
sang adik mengajak.
“iya, bentar lagi selesai.”jawabnya.
Detik demi detik pun sebelum imam
memasuki mimbar Hana selesai mengkhatamkan al-Qur’an 30 juz di bulan suci
Ramadhan tahun ini, al-Qura’n pun selesai Hana khatamkan di bulan suci Ramadhan
ini. Hatinya terasa senang bisa khatam al-Qur’an. Hana, Naura dan Ibunya
bergegas berangkat ke masjid. Sesampainya di masjid tempat sholat terisi penuh,
sampai-sampai jalan untuk kendaraan pun di gunakan untuk sholat idul fitri.
Mereka kebagian shaf terakhir karena kesiangan.
”Subhannallah bu penuh sekali.” Kata
Hana memuji nikmat-Nya.
Alangkah indahnya dan bahagianya
apabila ada bapak Abdullah di dsekitar mereka. canda tawa bersama, kumpul
bersama. Kini hati mulai terkikis pedih, raga mulai terpukul kesakitan.
“bu kita ke makam ayah kan
sekarang?.” Tanya si bungsu.
“iya sayang.” Jawabnya.
Ziarah makam telah selesai dilakukan
Hana, Naura dan Ibu Aminah, air mata yang kian mengalir tanpa henti pada hari
raya ini, goncangan hati yang bergebu-gebu membuat hati Hana terpukul. Baru
kali ini merasakan lebaran tanpa sang ayah.
Kebahagiaan merupakan keadaan atau
perasaan yang ditandai dengan kecukupan hingga kesenangan cinta. Wajar setiap
manusia berburu kebahagian dunia dan akhirat. Karena pada dasarnya setiap
manusia ingin hidup bahagia. Tentunya yang dirasakan keluarga Hana yang serba
kecukupan ini hidup dengan bahagia walaupun tidak ada seorang ayah. Dua tahun
yang lalu kepedihan dialami oleh
keluarga Hana, jeritan hingga tangisan yang kian mengguncangkan dan hati
yang kian terkikis retak. Tapi dibalik semua itu Allah SWT maha pengasih dan
penyayang bahkan adil pada umat-Nya. Allah memberikan kenikmatan hidup bagi
Hana, Naura dan Ibu Aminah. Kini keluarga Hana merasakan kebahagian yang
sempurna, walaupun tidak ada sosok ayah yang selalu disampingnya. Ibu Aminah
ibu dari Naura dan Hana sekarang
memiliki toko kue, walaupun usahanya belum meronjak tinggi, akan tetapi dengan
selalu bersyukur akan pemberian Allah SWT semua itu akan terasa indah. Wajar
selalu bahagialah keluarga Hana.
“Ibu Alhamdulillah ya, sekarang kita
punya toko.” Ujar Naura.
“Iyah alhamdulillah ini berkat doa
anak sholeh juga.” Ujar sang ibu mengelus kepala Naura.
Toko kue Ibu Aminah sangat ramai
dikunjungi oleh pejalan kaki sampai kendaraan beroda empat. Karena lokasinya
yang cukup ramai setiap hari berjualan kue yang di produksi setiap harinya laku
terjual semua. Setiap harinya Hana dan Naura disibukan membantu ibunya membuat
kue sampai melayani para konsumen, hingga saatnya matahari terbenam ibu Aminah,
Naura dan Hana masih melayani para konsumen nya.
Adzan mahgrib pun berkumandang, kue
yang yang di produksi hari ini terjual laku semua seperti hari-hari sebelumnya.
“Alhamdulillah bu, kue nya terjual
semua, yasudah bu kita tutup saja tokonya dan kita sholat berjamaah.” Ujar Hana
mengajak.
“Iya mari.” Jawabnya.
Usai mengerjakan sholat berjamaah Ibu
Aminah langsung pergi ke dapur untuk membuat adonan kue, semesntara Hana tidak
berhentinya membiasakan diri untuk membaca al-Qur’an setiap sholat fardhunya.
Keluarga mana yang tidak bahagia,
bekerja keras ikhtiar dan disertai beribadah taat kepada-Nya, seperti halnya
Hana yang pekerja keras membantu meringankan beban ibunya dan dia selalu
beribadah taat kepda yang Maha Kuasa, tidak heran setiap langkah hidupnya
selalu di mudahkan. Usai membaca al-Quran Hana langsung pergi ke dapur membantu
Ibu dan Naura.
“bu ada yang bisa Hana bantu.” Tanya
Hana.
“gak papa Hana, kamu belajar saja ya,
besok kan kamu harus kuliah bukan? Terus kamu kan sebentar lagi mau sidang
skipsi kamu belajar ya. lagi pula ini sudah hampir selesai.” Jawab ibu.
“iya kak, kakak belajar saja, biar
Naura yang bantu ibu.” Ujar Naura.
Hana sangat bahagia, melihat
keluarganya tersenyum senang, tidak ada beban yang dipikirkan. Gadis ini yang
kian meranjak dewasa sudah memiliki pemikiran yang luas, kini empat tahun
lamanya Hana berkuliah dan sampai akhirnya saat ini Hana menghadapi skipsi S1
nya. Tidaklah mudah menyelesaikan skripsi, demgan kesibukan Hana di kampus
karena menjelang sidang Hana tetap membantu sang ibu membuat kue yang akan
dijual di toko nya.
Pagi yang cerah dan mentari tersenyum
lebar menggambarkan sosok Hana pada hari itu, dengan pakaian yang rapi
menggunakan jas biru, rok span dan sepatu pentoplenya dengan kerudung dimasukan
ke dalam.
“kamu cantik Hana.” Kata sang ibu.
“masa sih bu?.” Tersenyum di depan
cermin.
“bener kata ibu, kak Hana cantik
ciee....” Menggodanya.
“Issh .. Naura, ayo kamu berangkat
sekolah nanti kamu kesiangan loh.” Kata Hana.
Sebelum Hana berangkat kuliah dan
sekolah Naura, mereka bercanda tawa bersama, guyonan yang selalu membuat mereka
tertawa.
“yasudah bu, Hana berangkat dulu ya
doakan Hana semoga lancar sekarang Hana latihan sidangnya.” Kata Hana.
“tidak perlu kau pinta Hana, doa ibu untuk mu selalu ibu
panjatkan setiap harinya.” Ujar ibu.
“terimakasih bu, memang ibu adalah
malaikat ku.” Lanjut Hana.
Tangan sang ibu pun Hana cium dengan
tulus, meminta keberkahan dan keridhoan sang ibu. Hana ke kampus menggunakan
angkutan umum bersama adiknya karena sekolah Naura satu arah dengan tempat
kuliah Hana, hampir lima menit lagi Hana terlambat, untungnya masih dalam
persiapan, para dosen pun belum memasuki ruangan.
Latihan sidang pun berjalan dengan
lancar, semua di lakukakan dengan semaksimal mungkin. Dan sidang skripsi pun
akan di lakukan dua minggu lagi. Hana harus ekstra berlatih dengan keras memahi
skripsi yang dia buat. Dengan kesibukan Hana di setiap harinya, sampai-sampai
dia lupa hari ini adalah hari kelahiranya. Terlihat dari jauh sosok laki-laki
dan perempuan yang membawa sebuah kue untuk Hana, ternyata dia adalah Azka dan
Saila.
“happy Birhday Hana...” menyanyikan
lagu selamat ualang tahun.
Hana tidak bisa berkata apa-apa, dia
sendiri lupa bahwa hari ini adalah ulang tahunnya.
“Kalian..... makasih.” Ujar Hana
dengan bahagia.
“selamat ulang tahun ya Hana, semoga
kamu jadi anak yang sholeh dan apa yang di cia-cita kan terkabul.” Kata Azka,
“makasih Ka.” Katanya.
“yasudah sebelum tiup lilin, Hana
kamu berdoa dulu, sebutkan apa yang kamu mau di usia kamu yang ke 21 ini.” Kata
Saila teman dekatnya.
“ya Allah, semoga di usia Hana yang
ke 21 ini, Hana d jadikan anak yang sholeh, dan semua yang menyayangi Hana
termasuk ibu selalu ada dalam lindungan-Mu satu lagi semoga Hana di lancarkan
skripsinya amin.” Ujar Hana dalam Hati.
Segala doa sudah Hana panjatkan. Dia
merasa senang sekali memiliki teman sebaik Azka dan Saila, mereka lah yang
selalu ada di saat Hana butuhkan.
Azka yang dari dulu menyukai Hana
sampai saat ini dia belum saja mengungkapkan rasa cintanya, karena Azka sendiri
sudah mempunyai janji pada dirinya akan mengungkapkan rasa cinta ini setelah
Azka menjadi sarjana dan sukses.
Pulang dari kampus Hana mendapat
kejutan dari sang ibu dan adiknya. Hana merasa mempunyai keluarga lengkap.
Bukan kado yang bagus atau mewah yang diberikan oleh ibu Aminah tapi, kado ini
adalah spesial di buat oleh ibu Aminah yaitu baju rajut, ibu Aminah ternyata
setiap usai membuat adonan kue dia juga membuat baju untuk Hana.
“ makasih ya bu, Hana suka sekali
dengan baju rajutnya.” Katanya.
“maaf ya, ibu tidak bisa memberikan
barang mewah.” Ujarnya.
“gak papa bu, ini juga sudah mewah
buat Hana.” Lanjut Hana,
Dua minggu kemudian, langit mulai
gelap, bintang-bintang bersinar menerangi malam, Hana yang terus berlatih
persentasi dan memahami isi dari skripsi yang ia buat lama kelamaan mulai
merasakan lelah, Hana tanpa sadar tertidur lelap hingga akhirnya suara ayam
jago pun terdengar olehnya. Hana bergegas bangun dari tempat tidur nya pergi menuju
kamar mandi, usai sholat dan lainnya Hana menyempatkan waktu untuk membereskan
seluruh ruangan rumahnya termasuk tokonya.
“Hana kamu kan hari ini sidang kan?.”
Tanya ibu.
“iya bu, Jawabnya.
“yasudah berangkat sekarang biar ibu
yang melanjutkan beres-beresnya.” Kata ibu.
“maaf ya bu jadi ibu yang nyapu, Hana
berangkat dulu ya, doakan Hana semoga di lancarkan semuanya.” Ujar Hana.
“pasti.”
Tibanya di kampus Hana langsung
bersiap-siap melakukan sidang, sama seperti halnya Saila dan Azka yang akan
sidang hari ini juga. Tidak lama kemudia mereka bertiga keluar dari ruangan,
sidang mereka alhamdulillah di lancarkan, mereka tidak lupa selalu bersyukur
kepada Allah SWT, mereka juga diterima kerja di Bank Internasional, mereka
bangga dengan apa yang mereka capai saat ini. Termasuk Hana seorang anak dari
keluarga yang sederhana bisa menjadi pegawai Bank Internasional sebagai kepala
cabangnya.
Begitu pun dengan Azka yang bekerja
di satu Bank yang sama namun berbeda tempat merasakan senang karena usahanya
tidak sia-sia. Seorang Azka yang menjadi sorotan para wanita ini mulai
mengungkapkan rasa cintanya pada Hana, perempuan yang ia sukai sejak masuk
kuliah dulu.
“Han....” menyapanya.
“Iya Ka, ada apa?.” Bertanya.
“Han, aku sayang kamu sejak pertama
kita ketemu, aku ingin menjaga mu, aku ingin selalu ada di sampingmu, mau kah
kamu jadi pedamping dalam hidupku?.” Tanya Azka.
Hana terkejut dengan perkataan Azka
yang secara langsung menyatakan cintanya. Dia tidak bisa berkata apa-apa, hanya
senyum senang dan tersipuh malu yang
Hana rasakan saat ini, karena Hana memiliki perasaan yang sama.
“hmmmm......iya.” jawab Hana denga
malunya.”
“makasih Han.” Ujarnya.
Dan akhirnya mereka menjalin hubungan
satu sama lainnya, setelah menyimpan rasa sampai empat tahun lamanya. Hana seorang
anak yang pekerja keras akhirnya bisa mengangkat derajat orangtuanya.
Hana pulang dari kampus membawa kabar
gembira untuk sang ibu, dengan wajah yang ceria dan penuh kebahagiaan.
“Asslamualaikum.”
“Waalaikumsalam.” Jawab ibu dan
Naura.
“Bu alhamdulillah sidangnya di
lancarkan dan Hana diterima kerja di Bank Internasional.” Kata Hana penuh
kebahagian.
“alhamdulillah, ibu bangga padamu nak
dan pasti ayahmu senang melihat mu seperti ini nak.” Menangis terhaa dan
memeluknya.
Usaha Hana tidaklah sia-sia, belajar
dengan sungguh-sungguh bekerja keras sampai berjualan pun ia lakukan, sampai
akhirnya Hana bisa mengangkat derajat orangtua dan membuktikan kepada
orang-orang bahwa seorang Hana anak dari seorang buruh bisa menjadi orang
sukses menjadi kepala cabang di Bank Internasional, selain itu juga saat ini
dia menjadi donatur pondok pesantren. Karena menjadi seorang donatur adalah
cita-cita Hana waktu kecil, serta sebagai kakak, Hana janji pada dirinya untuk
menyekolahkan Naura setinggi-tingginya, dan kebutuhan ekonomi keluarga pun
tercukupi sampai akhirnya Hana dan kelurga hidup sejahtera.
0 komentar:
Posting Komentar